Jumat, 15 April 2011

DOA SEPASANG SEPATU SELOP

      Pada zaman dahulu kala, tersebutlah kisah sepasang selop yang terbuat dari kulit kerbau. Selop itu milik seorang pangeran. Jika tidak dipakai, mereka diletakkan di rak dapur istana. Di sana, segerombolan tikus dapur memelototi mereka berjam-jam, seolah-olah ingin memangsa kedua selop itu.
      Sepasang selop itu bukanlah selop biasa karena mereka dapat berbicara. Mereka berbicang-bincang persis seperti suami istri. Suatu hari, selop suami berkata kepada istrinya, “Istriku, jika tikus-tikus itu memelototi kita seperti ini terus, nantinya kita akan disantap oleh mereka. Bagaimana menurutmu? Mungkinkah kita dapat berubah menjadi tikus?”
      Selop istri hanya menjawab ringan, “Apa pun keinginanmu, suamiku.”
      Selop suami berdoa kepada Tuhan untuk mengubah mereka menjadi tikus. Doa mereka terkabul dan keduanya berubah wujud menjadi tikus.
      Sebagai tikus sekalipun, mereka merasa bahwa gerak-gerik mereka yang paling kecil pun menarik perhatian para kucing. Keduanya merasa tidak aman dan akhirnya mereka ingin menjadi kucing.
      Permintaan mereka kali ini pun dikabulkan. Namun, sebagai kucing, mereka kesulitan untuk menginjakkan kaki keluar istana karena mereka selalu menjadi incaran anjing. Oleh karena itu, mereka mengajukan permohonan supaya menjadi anjing. Sebagaimana sebelumnya, keinginan
mereka dikabulkan.
      Ketika kedua anjing itu mendekati gadis-gadis yang sedang menumbuk padi, mereka dipukul dengan alu dan diusir. Mereka berpikir bahwa menjadi manusia pastilah sangat menguntungkan dan menyenangkan. Kali ini pula,
keinginan mereka dipenuhi.
      Setelah menjadi manusia, keduanya dipanggil oleh kepala desa untuk melakukan tugas yang berat. Kekecewaan mereka makin menjadi. Dalam waktu yang singkat, mereka telah menjadi punggawa raja. Keduanya bertugas menyampaikan titah raja siang dan malam. Bahkan, kadang-kadang mereka sengaja dibangunkan dari tidur lelap mereka untuk menunaikan tugas dari sang raja.
      Tentu kedua punggawa itu pun sekarang berpikir betapa menyenangkan jika menjadi pangeran dan putri. Tak akan ada orang yang berani memerintah mereka. Kemudian, jadilah keduanya pangeran dan putri. Namun demikian, ternyata mereka hidup dalam kecemasan. Seorang pangeran dari kerajaan seberang menyerang kerajaan mereka. Mereka terus-menerus dikecam oleh musuh.
      “Aku sangat cemas. Bagaimana jika kita kalah? Jika itu terjadi, kita akan dikurung dalam penjara dan harus mencari rumput untuk makanan kuda. Apa yang harus kita lakukan? Jika aku bisa menjadi Tuhan, kita tidak akan punya musuh dan akan menjadi Maha Penguasa.”
      Si istri menjawab sebagaimana biasanya, “Apa pun keinginanmu, suamiku!”
      Akan tetapi, tampaknya itulah batas akhir permintaan mereka. Setelah si suami mengucapkan keinginan untuk menjadi tuhan, dalam sekejap suami dan istri itu kembali menjadi selop seperti sedia kala. Mereka kembali berada di rak dapur istana, tempat kisah mereka bermula.
                            Sumber: 21 Cerita Moral dari Negeri Dongeng, 2005

6 komentar: